Oleh: Febian Rizaldi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan
islam di Indonesia banyak mengalami perubahan dan juga perkembangan dari masa
ke masa, dan akan terus berkembang ke arah yang baru seiring berjalannya waktu.
Dalam perubahan dan perkembangannya, pendidikan islam tidak dapat dipisahkan
dari sejarahnya, yang mana sejarah sangat berperan penting bagi pendidikan
islam. Oleh karena itu, didalam makalah ini kami menyajikan pembahasan tentang
pendidikan islam dimasa lalu, yaitu meliputi pendidikan islam di zaman KH.
Hasyim Asy’ary dan juga KH. Ahmad Dahlan, pada masa orde baru, dan juga masa
reformasi.
Kami menyajikan
pembahasan pendidikan islam dari masa-ke masa, yang mana kami tujukan sebagai
perbandingan dari perkembangannya pada setiap masanya, dan juga sebagai bahan
analisa bagi kelompok setelah kelompok kami yang akan membahas arah baru
perkembangan pendidikan agama islam di indonesia, tepatnya pendidikan islam
pada masa yang akan datang. Semoga apa yang kami sajikan dapat bermanfaat bagi
kita semua, terlebih teman-teman kami dikelas.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian pendidikan islam ?
2.
Karakteristik
pemikiran dan pendidikan islam pada tiap
masa periodesasi?
3.
Perkembangan
pendidikan islam dimasa orde baru dan reformasi?
4.
Pergerakan
dan pengembangan pemikiran pendidikan islam di indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian pendidikan islam
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
penendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.[1]
Kata pendidikan
berasal dari kata didik yang berarti menjaga, dan meningkatkan. (Webster’s
Third Dictionary), yang dapat didefinisikan sebagai berikut.
a. Mengembangkan dan memberikan bantuan
untuk berbagai tingkat pertumbuhan atau
mengembangkan pengetahuan, kebijaksanaan, kualitas jiwa, kesehatan fisik dan
kompetensi.
b. Memberikan pelatihan formal dan
praktek yang di supervisi.
c. Menyediakan informasi.
Bila pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral, dan fisik yang bisa menghasilkan manusia berbudaya tingi maka pendidikan
berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tanggung
jawab. Usaha kependidikan bagi manusia meyerupai makanan yng berfungsi
memberikan vitamin bagi pertumbuhan bagi manusia.[3]
Tujuan dan
sasaran pendidikan berbeda-beda menurut pandangan hidup masing-masing pendidik
atau lembaga pendidikan. Oleh karenanya perlu dirumuskan pandangan hidup islam
yang mengarahkan tujuan dan sasaran pendidikan islam.
Ayat Al-Qur’an dibawah ini memberikan
pandangan bahwa: sungguhlah islam adalah agama yang benar disisi Allah.
ان الدين عند الله الاسلام
oleh karena itu, bila manusia berpredikat muslim, benar-benar akan
menjadi penganut agama yang baik, mentaati ajaran islam dan menjaga agar rahmat
Allah tetap berada pada dirinya. Ia harusmampu memahami,
menghayati, dan mengamalkan sesuai ajarannya sesuai iman dan akidah islamiyah.[4]
Untuk tujuan itulah
manusia dididik melalui proses pendidikan islam. Berdasarkan pandangan diatas,
pendidikan islam berarti sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan
seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cit-cita dan nilai-nilai
islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Dengan kata lain,
manusia yang mendapatkan pendidikan islam harus ampu hidup didalam kedamaiain
dan kesejahteraan sebagaimana diharapkan oleh cita-cita islam.
Dengan demikian pengertian pendidikan islam
dalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang
dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana islam telah menjadi pedoman bagi
seluuruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi.[5]
Mengingat luasnya jangkauan yang harus digarap oleh pendidikan islam,
maka pendidikan islam tetap terbuaka terhadap tuntunan kesejahteraan ummat
manusia, baik tuntutan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun tuntutan
pemenuhan kebutuhan hidup rohaniah. Kebutuhan itu semakin meluas
sejalan dengan meluasnya tuntutan hidup manusia itu sendiri. Oleh karena itu,
dilihat dari pengalamannya, pendidikan islam berwatak akomodatif terhadap
tuntutan kemajuan zaman sesuai acuan norma-norma kehidupan islam.
2. Organisasi,
lembaga, dan tokoh-tokoh pendidikan islam
A. Organisasi islam dan pendidikan islam di
indonesia
Lahirnya beberapa organisasi islam di indonesia lebih banyak karena
diddorong oleh mulai tumbuhnya sikap patriotisme dan rasa nasionalisme serta
sebagai respons terhadap kepincangan-kepincangan yang ada dikalangan masyarakat
indonesia pada akhir abad ke-19 yang mengalami kemunduran total sebagai akibat
eksploitasi politik pemerintah kolonial belanda. Langkah pertama diwujudkan
dalam bentuk berorganisasi.[6]
Pada bagian berikut akan dikhususkan pembahasan tentang
organisasi-organisasiyang berdasarkan sosial keagamaan yang banyak melakukan
aktivitas kependidikan islam.
1. Al-Jami’at Al-Khoriyah.
Organisasi yang lebih dikenal dengan nama Jami’atul Khoir ini didirikan
di Jakarta pada tanggal 17 juli 1905. Angggota organisasi ini mayoritas
orang-orang arab, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk setiap muslim menjadi
angota tanpa diskriminasi asal usul.
Dua
bidang yang sangat diperhatikan oleh organisasi ialah (1) pendirian dan pembinaan
satu sekolah pada tingkat dasar, dan (2) pengiriman anak-anak muda ke Turki
untuk melanjutkan studi. Bidang yang kedua ini sering terhambat karena
kekurangan biaya dan kemunduran killafat, dengan pengertian tidak seorangpun
dari mereka yang dikirim ke Timur Tengah memainkan peranan yang penting setelah
kembali ke Indonesia.[7]
Satu
hal yang penting dicatat adalah bahwa Jami’at Khoir yang pertama memulai
organisasi dengan bentuk modern dalam masyarakat islam (dengan daftar anggota
yang tercatat, dan juga rapat-rapat secara berkala), dan yang mendirikan suatu
lembaga pendidikan dengan sistem yang boleh dikatakan telah modern (kurikulum,
kelas-kelas, pemakaian bangku-bangku, papan tulis, buku-buku pelajaran yang
bergambar).[8]
2. Al-Islah Wal Irsyad.
Pada tahun 1914 berdirilah perkumpulan Al-Islah Wal Irsyad, kemudian
terkenal dengan sebutan Al-Irsyad, yang terdiri dari golongan –golongan Arab.
Tahun 1945 berdirilah sekolah Al Irsyad yang pertama di Jakarta, yang kemudian
disusul oleh beberapa sekolah dan pengajian lain yang sehaluan dengan itu.
Al Irsyad sendiri menjuruskan perhatiannya pada bidang pendidikan,
terutama pada masyarakat Arab, ataupun pada permasalahan yang timbul dikalangan
masyarakat Arab, walaupun orang Indonesia islam bukan Arab, ada yang menjadi
anggotanya. Lambat laun dengan bbekerja sama dengan organisasi islam yang lain,
seperti Muhammadiyah dan persatuan islam, organisasi Al Irsyad meluaskan pusat
perhatian mereka kepada persoalan-persoalan yang lebih luas, ysng mencakup
persoalan umumnya di Indonesia.[9]
3. Persyerikatan Ulama.
Perserikatan Ulama merupakan perwujudan dari gerakan pembaharuan
didaerah Majalengka, Jawa Barat, yang dimulai pada tahun 1911 atas inisiatif
KH. Abdul Halim, lahir pada tahun 1887 di Ciberelang Majalengka.
Pada tahun 1924 Persyerikatan Ulama secara resmi meluaskan daerah
operasinya keseluruh Jawa dan Madura, dan pada tahun 1937 keseluruh Indonesia.
Dalam kenyataannya Persyerikatan Ulama tetap merupakan sebuah organisasi daerah
Majalengka.[10]
4. Muhammadiyah
Salah satu organisasi sosial islam yang terpenting di Indonesia sebelum
Perang Dunia II dan mungkin juga sampai sekarang ini adalah Muhammadiyah.
Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 oleh KH.
Ahmad Dahlan atas saran yang diajukan oleh murid-muridnya dan beberapa orang
anggota Budi Utomo untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat
permanen.
Organisasi ini mempunyai maksud “menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi
Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam kepada penduduk bumi putera” dan
memajukan hal agama islam kepada anggota-anggotanya. Untuk mencapai ini
organisasi itu bermaksud mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mengadakan
rapat-rapat, tabligh dimana dibicarakan masalah islam, menertibkan wakaf dan
mendirikan masjid-masjid serta menertbitkan buku-buku, brosur-brosur,
surat-surat kabar, dan majalah-majalah.[11]
5. Nahdhotul Ulama’
Nahdhotul Ulama’ didirikan pada tanggal 16
rajab 1344 H/ 31 Januari 1926 di Surabaya. Pembangunnya ialah alim ulama dari
tiap-tiap daerah di Jawa Timur.
Diantaranya ialah:
1. K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng.
2. K.H Abdul Wahab Hasbullah.
3. K.H Bisri Jombang.
4. K.H Ridwan Semarang.
5. K.H Nawawi Pasuruan.
6. K.H R. Asnawi Kudus.
7. K.H R. Hambali Kudus.
8. K. Nakhrawi Malam.
9. K.H Doromuntaha Bangkalan.
10. K.H M. Alwi Abdul Aziz.
11. Dan lain-lain.[12]
Setelah indonesia memproklamirkan kemerdekaannya 17 Agustus 1945, maka
NU tampil ke muka dengan esolusi jihadnya, tanggal 22 Oktober 1945. Isinya
mengajak umat islam untuk mempertahankan tanah air Indonesia yang telah
merdeka. Dalam resolusi itu ditetapkan, bahwa hukum jihad untuk mempertahankan
tanah air Indonesia, adalah fardhu ‘ain yakni tiap-tiap muslim wajib berjihad
dimana saja mereka berada. Resolusi itu disambut oleh umat islam dengan patuh.[13]
Di bidang pendidikan dan pengajaran formal, Nahdhotul Ulama membentuk
stu bagian khusus yang mengola kegiatn bidang ini dengan nama Al-Ma’arif yang
bertugas untuk membuat perundangan dan program pendidikan dilembaga-lembaga
pendidikan/sekolah-sekolah yang berada dibawah naungan NU. Dalam salah satu
keputusan dari suatu konferensi besar
Al-Ma’arif NU seluruh Indonesia yang berlangsung pada tanggal 23-26 Februari
1954, ditetapkan susunan sekolah/madrasah NU sebagai berikut:
1. Raudatul Atfal lamanya 3 tahun.
2. SR (Sekolah rendah)/SD- sekarang lamanya 6
tahun.
3. SMP NU lamanya 3 tahun.
4. SMA NU lamanya 3 tahun.
5. SGB NU lamanya 4 tahun.
6. SGA NU lamanya 3 tahun.
7. MMP NU (Madrasah Menengah Pertama) lamanya
3 tahun.
8. MMA NU (Madrasah Menengah Atas) lamanya 3
tahun.
9. Mu’allimin/Mu’allimat NU lamanya 5 tahun.[14]
B. Lembaga-lembaga pendidikan islam.
Sejak zaman sebelum kemerdekaan Indonesia saampai sekarang banyak
terdapat lembaga pendidikan islam yang memegang peranan sangat penting dalam
rangka penyebaran ajaran agama islam dinIndonesia. Dilihat dari bentuk dan
sifat pendidikannya, lembaga-lembaga pendidikan islam tersebut ada yang
bersifat nonformal seperti langgar/surau/rangkang, pondok pesantren, dan ada
yang bersifat formal seperti madrasah.
1. Lembaga pendidikan islam pra kemerdekaan.
·
Pesantren
·
Madrasah
2. Lembaga pendidikan Islam pasca kemerdekaan.
·
Madrasah Ibtidaiyah Negri (Tingkat Dasar)
·
Madrasah Sanawiyah Negri (Tingkat Menengah Pertama)
·
Madrasah Aliyah Negri (Tingkat Menengah Atas)
·
Perguruan Tinggi Agama Islam Negri (PTAIN) yang kemudian
berubah menjadi IAIN (Institut Agama Islam Negri)
C. Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Indonesia
1. KH. Ahmad Dahlan (1869-1923)
KH. Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama
kecilnya Muhammad Darwis, putra dari KH. Abu Bakar bin Kyai Sulaiman, khatib
dimasjid besar kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim, seorang
penghulu. KH. Ahmad Dahlan berjasa besar terhadap pendidikan agama islam di
Indonesia, salah satunya dengan membangun organisasi Muhammadiyah, yang sampai
sekarang memegang peranan penting di dlm pendidikan islam di Indonesia. Beliau
wafat pada tahun 1923 M tanggal 23 Februari, dalam usia 55 tahun.[15]
2. KH. Hasyim Asy’ari (1881-1947)
KH. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di
Jombang Jawa Timur, mula-mula ia belajar agama islam pada ayahnya sendiri Kyai
Asy’ari. Kemudian ia belajar ke pondok pesantren di Purbolingo, kemudian indah
lagi ke Plangitan, Semarang, Madura, dan lain-lain. Beliau sangat berjasa
terhadap pendidikan islam di Indonesia, salah satunya ialah dengan
mendirikannya organisasi Nahdhatul Ulama yang saat ini memegang peranan penting
bagi pendidikan islam di Indonesia. KH.
Hasyim Asy’ari wafat pada tahun 1947, dalam usia 66 tahun.[16]
3. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh yang
berjasa atas pendidikan islam di Indonesia.
3.
Perkembangan
Pendidikan Islam Pada Masa
Orde Baru
Orde baru
adalah masa pemerintahan di Indonesia sejak 11 Maret 1966 hingga terjadinya
peralihan kepresidenan, dari presiden Soeharto ke presiden Habibi pada 21 Mei
1998.[17]
Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi perubahan strategi
politik dan kebijakan pendidikan nasional. Pada dasarnya Orde Baru adalah suatu
korelasi total terhadap Orde Lama yang didominasi oleh PKI dan dianggap telah
menyelewengkan pancasila.
Orde Baru
memberikan corak baru bagi kebijakan pendidikan agama islam, karena beralihnya
pengaruh komunisme ke arah pemurnian pancasila melalui rencana pembangunan
Nasional berkelanjutan. Terjadilah pergeseran kebijakan, dari murid berhak
tidak ikut serta dalam pelajaran agama apabila mereka menyatakan keberatannya,
menjadi semua murid wajib mengikuti pendidkan agama mulai dari sekolah dasar
hingga perguruan tinggi.
Masa Orde
Baru disebut juga sebagai Orde Konstitusional dan Orde Pembangunan. Yakni
bertujuan membangun manusia seutuhnya dan menyeimbangkan antara rohani dan
jasmani untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Pada tahun 1973-1978 dan
1983 dalam siding MPR yang kemudian menyusun GBHN.
Jadi
kesimpulannya adalah bahwa ditinjau dari falsafah Negara Pancasila, dari
konstitusi UUD 1945, dan keputusan MPR tentang GBHN maka kehidupan beragama dan
pendidikan agama islam di Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945
sampai Pelita VI tahun 1983 semakin mantap
a. Keberhasilan-keberhasilan Pendidikan pada Masa Orde Baru
Masa Orde Baru ini mencatat banyak
keberhasilan, diantaranya adalah:
1. Pemerintah
memberlakukan pendidikan agama dari tingkat SD hingga universitas (TAP MPRS
No.XXVII/MPRS/1966), madrasah mendapat perlakuan dan status yang sejajar dengan
sekolah umum, pesantren mendapat perhatian melalui subsidi dan pembinaan,
berdirinya MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1975, pelarangan SDSB
(Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) mulai tahun 1993 setelah berjalan sejak awal
tahun 1980-an.
2. Pemerintah juga pada akhirnya
member izin pada pelajar muslimah untuk memakai rok panjang dan busana jilbab
di sekolah-sekolah Negeri sebagai ganti seragam sekolah yang biasanya rok
pendek dan kepala terbuka.
3. Terbentuknya UU No. 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama,
Komplikasi Hukum Islam (KHI), dukungan pemerintah terhadap pendirian Bank
Islam, Bank Muamalat Islam, yang telah lama diusulkan, lalu diteruskan dengan
pendirian BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Sodaqoh) yang idenya muncul sejak
1968, berdirinya Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pemberlakuan label halal
atau haram oleh MUI bagi produk makanan dan minuman pada kemasannya, terutama
bagi jenis olahan.
Selanjutnya
pemerintah juga memfasilitasi penyebaran da’i ke daerah terpencil dan lahan
transmigrasi, mengadakan MTQ (Musabaqoh Tilawatil Qur’an), peringatan hari
besar islam di Masjid Istiqlal, mencetak dan mengedarkan mushaf Al-qur’an dan
buku-buku agama islam yang kemudian diberikan ke masjid atau perpustakaan
Islam, terpusatnya jama’ah haji di asrama haji, berdirinya MAN PK (Program
Khusus) mulai tahun 1986, dan pendidikan pascasarjana untuk Dosen IAIN baik ke
dalam maupun luar negeri, merupakan kebijakan lainnya. Khusus mengenai
kebijakan ini, Departemen Agama telah membuka program pascasarjana IAIN sejak
1983 dan join cooperation dengan Negara-negara Barat untuk studi lanjut
jenjang Magister maupun Doktor.
Selain itu,
penayangan pelajaran Bahasa Arab di TVRI dilakukan sejak 1990, dan sebagainya.
Akibat semua kebijakan tersebut, pembangunan bidang agama islam yang
dilaksanakan Orde Baru mempercepat peningkatan jumlah umat islam terdidik dan
kelas menengah muslim perkotaan.[18]
b.
Kebijakan-Kebijakan Pemerintah
Mengenai Pendidikan Islam
Kebijakan
pemerintah orde baru mengenai pendidikan islam dalam konteks madrasah di
indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir
1980- an sampai dengan 1990-an. Pada pemerintah, lembaga pendidikan di
kembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan peningkatan dan peningkatan mutu
pendidikan.[19]
Pada awal –
awal masa pemerintahan orde baru, kebijakan tentang madrasah bersifat
melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada tahap ini madrasah belum
di pandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat
lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah pengawasan menteri agama.
Menghadapi
kenyataan tersebut di atas, langkah pertama dalam melakukan pembaruan ini
adalah di keluarkannya kebijakan tahun 1967 sebagai respons terhadap TAP MPRS
No. XXVII tahun 1966 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi Madrasah.
Dalam dekade
1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya, namun di
awal –awal tahun 1970 –an, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk
mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat
dengan langkah yang di tempuh pemerintah dengan langkah yang di tempuh
pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa keputusan presiden nomor
34 tanggal 18 April tahun 1972 tentang tanggung jawab fungsional pendidikan dan
latihan. Isi keputusan ini mencakup tiga hal :
1. Menteri pendidikan dan kebudayaan
bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kebijakan
2. Menteri tenaga kerja bertugas dan
bertanggung jawab atas pembinaan dan latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja
akan pegawai negeri
3. Ketua lembaga Administrasi Negara
bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus
untuk pegawai negri.
4. Pendidikan
Islam Pada Masa Reformasi
Program
peningkatan mutu pendidikan yang ditargetkan oleh pemerintah Orde Baru akan
mulai berlangsung pada Pelita VII terpaksa gagal, krisis ekonomi yang
berlangsung sejak Juli 1997 telah mengubah konstelasi politik maupun ekonomi
nasional. Secara politik, Orde Baru berakhir dan digantikan oleh rezim yang
menamakan diri sebagai “Reformasi Pembangunan” meskipun demikian sebagian besar
roh Orde Reformasi masih tetap berasal dari rezim Orde Baru, tapi ada sedikit
perubahan, berupa adanya kebebasan pers dan multi partai.
Dalam bidang
pendidikan kabinet reformasi hanya melanjutkan program wajib belajar 9 tahun
yang sudah dimulai sejak tahun 1994 serta melakukan perbaikan sistem pendidikan
agar lebih demokratis.[20]
Tugas jangka pendek Kabinet Reformasi yang paling pokok adalah bagaimana
menjaga agar tingkat partisipasi pendidikan masyarakat tetap tinggi dan tidak
banyak yang mengalami putus sekolah.
Dalam bidang
ekonomi, terjadi krisis yang berkepanjangan, beban pemerintah menjadi sangat
berat. Sehingga terpaksa harus memangkas program termasuk didalamnya program
penyetaraan guru-guru dan mentolerir terjadinya kemunduran penyelesaian program
wajib belajar 9 tahun. Sekolah sendiri mengalami masalah berat sehubungan
dengan naiknya biaya operasional di suatu pihak dan makin menurunnya jumlah
masukan dari siswa. Pembangunan di bidang pendidikan pun mengalami kemunduran.
Beberapa hal
yang menyebabkan pembangunan pemerintah dalam sektor pendidikan belun terpenuhi
secara maksimal.
1. Distribusi pembangunan sektor pendidikan kurang
menyentuh lapisan sosial kelas bawah.
2. Kecenderungan yang kuat pada wilayah pembangunan
yang bersifat fisik material, sedangkan masalah-masalah kognitif spiritual
belum mendapatkan pos yang strategis.
3. Munculnya
sektor industri yang membengkak, cukup menjadikan agenda yang serius bagi
pendidikan Islam di Indonesia pada masa pembangunan ini.
4. Perubahan-perubahan sosial yang berjalan tidak
berurutan secara tertib, bahkan terkadang
eksklusif dalam dialektik pembangunan sebagaimana tersebut.
Semua hal diatas adalah faktor penyebab dari tidak terpenuhinya beberapa maksud
pemerintah dalam menjalankan pembangunan dalam sektor pendidikan agama
khususnya bagi Islam. Semua itu sangat memprihatinkan, apalagi jika dibiarkan
begitu saja tanpa adanya upaya introspeksi diri atas kegagalan diatas.
Yang harus disadari adalah lembaga pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan
Islam memiliki potensi yang sangat besar bagi jalannya pembangunan di negeri
ini terlepas dari berbagai anggapan tentang pendidikan yang ada sekarang, harus
diingat bahwa pendidikan Islam di Indonesia telah banyak melahirkan putera
puteri bangsa yang berkualitas.
HM. Yusuf Hasyim mengungkapkan betapa
besarnya pendidikan Islam di Indonesia hanya dengan menunjukkan salah satu
sampelnya yaitu pesantren. sebagai lembaga pendidikan Islam pesantren dan
madrasah-madrasah bertanggungjawab terhadap proses pencerdasan bangsa secara
keseluruhan. Sedangkan secara khusus pendidikan Islam bertanggungjawab terhadap
kelangsungan tradisi keislaman dalam arti yang seluas-luasnya.
Dari titik pandang ini pendidikan Islam, baik
secara kelembagaan maupun inspiratif, memilih model yang dirasakan mendukung
secara penuh tujuan dan hakikat pendidikan manusia itu sendiri, yaitu membentuk
manusia mukmin yang sejati, mempunyai kualitas moral dan
intelektual.[21]
Selama ini banyak dijumpai pesantren-pesantren
yang tersebar dipelosok tanah air, terlalu kuat mempertahankan model tradisi
yang dirasakan klasik, sebagai awal dari system pendidikan itu sendiri.[22]
Tapi, pada saat ini sudah banyak pesantren dan madrasah yang modern dengan
mengacu kepada tujuan muslim dan memperhatikan tujuan makro dan mikro
pendidikan nasional Indonesia, maka pendidikan pesantren akan memadukan produk
santri untuk memiliki outputnya (lulusan) agar Memiliki tiga tipe lulusan yang
terdiri dari :
1.
Religius skillfull people yaitu
insan muslim yang akan menjadi tenaga-tenaga terampil, ikhlas, cerdas, mandiri,
iman yang tangguh sehingga religius dalam tingkah dan prilaku, yang akan
mengisi kehidupan tenaga kerja didalam berbagai sektor pembangunan.
2.
Religius Community leader, yaitu
insane Indonesia yang ikhlas, cerdas dan mandiri akan menjadi penggerak yang
dinamis dalam transformasi sosial dan budaya dan mampu melakukan pengendalian
sosial (sosial control).
3.
Religius intelektual, yaitu
mempunyai integritas kukuh serta cakap melakukan analisa ilmiah dan concern
terhadap masalah-masalah ilmiah.[23]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan, penendalian diri,
kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Beberapa tokoh pendidikan agama islam yang monumental :
1. KH. Ahmad Dahlan
2. KH. Hasyim Asy’ari
3.
Pengembangan Pendidikan islam di Indonesia di mulai dari usaha para alim
ulama mendirikan organisasi-organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan
islam, seperti:
1. Al-Jami’at Al-Khoiriyah
2. Al-Islah Wal Irsyad
3. Muhammadiyah
4. Nahdhotul Ulama
5. Persatuan Islam
Pendidikan islam pada masa orde baru mengalami kemajuan dan juga
perkembangan yang baik, salah satunya dengan dikeluarkannya kebijakan-kebijakan
pemerintah yang mendorong perkembangan pendidikan islam pada masa itu.
Pada masa reformasi, pemerintah melanjutkan kebijakan di dalam
pendidikan islam pada masa orde baru. Akan tetapi pendidikan pada masa
reformasi belum berkembang secara maksimal, karena pada masa reformasi
pemerintah lebih banyak mencurahkan perhatiannya terhadap
pembangunan-pembangunan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, Jakarta: Dharma
Bhakti, 1978.
Arifin, ilmu
pendidikan islam tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan pendekatan interdisipliner
,edisi revisi, Jakarta : Bumi Aksara, 2008.
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milenium Baru, Jakarta: Logos, 1999.
Deliar Noer, Gerakan modern islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta:
LP3ES, 1982.
H. Amin haedari, Transformasi Pesantren, , Jakarta: LeKDis,
2006,
H. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana,
2007.
http://tanjungpinangarticle.blogspot.com/2010/06/pendidikan-pada-masa-orde-lama-dan-orde.html
Mahmud Yunus, Sejarah pendidikan islam di Indonesia,
Jakarta: Mutiara, 1979.
Muhaimin, Paradigma
Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama islam di Sekolah,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.
Sudirman,
Pembaharuan Hukum Islam :
Mempertimbangkan Harun Nasution, dalam
Refleksi Pembaharuan Pemikiran
Islam, Jakarta: LSAF, 1989.
Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional pasal 1.
Zuhairini, dkk, Sejarah pendidikan islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 2008.