Selasa, 14 Maret 2017

Pendidikan islam di indonesia pada masa lalu

Oleh: Febian Rizaldi








BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan islam di Indonesia banyak mengalami perubahan dan juga perkembangan dari masa ke masa, dan akan terus berkembang ke arah yang baru seiring berjalannya waktu. Dalam perubahan dan perkembangannya, pendidikan islam tidak dapat dipisahkan dari sejarahnya, yang mana sejarah sangat berperan penting bagi pendidikan islam. Oleh karena itu, didalam makalah ini kami menyajikan pembahasan tentang pendidikan islam dimasa lalu, yaitu meliputi pendidikan islam di zaman KH. Hasyim Asy’ary dan juga KH. Ahmad Dahlan, pada masa orde baru, dan juga masa reformasi.
Kami menyajikan pembahasan pendidikan islam dari masa-ke masa, yang mana kami tujukan sebagai perbandingan dari perkembangannya pada setiap masanya, dan juga sebagai bahan analisa bagi kelompok setelah kelompok kami yang akan membahas arah baru perkembangan pendidikan agama islam di indonesia, tepatnya pendidikan islam pada masa yang akan datang. Semoga apa yang kami sajikan dapat bermanfaat bagi kita semua, terlebih teman-teman kami dikelas.



B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian  pendidikan islam ?
2.      Karakteristik pemikiran dan pendidikan islam pada tiap  masa periodesasi?
3.      Perkembangan pendidikan islam dimasa orde baru dan reformasi?
4.      Pergerakan dan pengembangan pemikiran pendidikan islam di indonesia?



BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian pendidikan islam
       Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan, penendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.[1]
      Kata pendidikan berasal dari kata didik yang berarti menjaga, dan meningkatkan. (Webster’s Third Dictionary), yang dapat didefinisikan sebagai berikut.
a.    Mengembangkan dan memberikan bantuan untuk berbagai tingkat   pertumbuhan atau mengembangkan pengetahuan, kebijaksanaan, kualitas jiwa, kesehatan fisik dan kompetensi.
b.   Memberikan pelatihan formal dan praktek yang di supervisi.
c.    Menyediakan informasi.
d.   Meningkatkan dan memperbaiki.[2]
Bila pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral, dan fisik yang bisa menghasilkan manusia berbudaya tingi maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tanggung jawab. Usaha kependidikan bagi manusia meyerupai makanan yng berfungsi memberikan vitamin bagi pertumbuhan bagi manusia.[3]


Tujuan dan sasaran pendidikan berbeda-beda menurut pandangan hidup masing-masing pendidik atau lembaga pendidikan. Oleh karenanya perlu dirumuskan pandangan hidup islam yang mengarahkan tujuan dan sasaran pendidikan islam.
 Ayat Al-Qur’an dibawah ini memberikan pandangan bahwa: sungguhlah islam adalah agama yang benar disisi Allah.
ان الدين عند الله الاسلام
oleh karena itu, bila manusia berpredikat muslim, benar-benar akan menjadi penganut agama yang baik, mentaati ajaran islam dan menjaga agar rahmat Allah tetap berada pada dirinya. Ia harusmampu memahami, menghayati, dan mengamalkan sesuai ajarannya sesuai iman dan akidah islamiyah.[4]
             Untuk tujuan itulah manusia dididik melalui proses pendidikan islam. Berdasarkan pandangan diatas, pendidikan islam berarti sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cit-cita dan nilai-nilai islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Dengan kata lain, manusia yang mendapatkan pendidikan islam harus ampu hidup didalam kedamaiain dan kesejahteraan sebagaimana diharapkan oleh cita-cita islam.
Dengan demikian pengertian pendidikan islam dalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana islam telah menjadi pedoman bagi seluuruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi.[5]

Mengingat luasnya jangkauan yang harus digarap oleh pendidikan islam, maka pendidikan islam tetap terbuaka terhadap tuntunan kesejahteraan ummat manusia, baik tuntutan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup rohaniah. Kebutuhan itu semakin meluas sejalan dengan meluasnya tuntutan hidup manusia itu sendiri. Oleh karena itu, dilihat dari pengalamannya, pendidikan islam berwatak akomodatif terhadap tuntutan kemajuan zaman sesuai acuan norma-norma kehidupan islam.

2.      Organisasi, lembaga, dan tokoh-tokoh pendidikan islam

A.    Organisasi islam dan pendidikan islam di indonesia
Lahirnya beberapa organisasi islam di indonesia lebih banyak karena diddorong oleh mulai tumbuhnya sikap patriotisme dan rasa nasionalisme serta sebagai respons terhadap kepincangan-kepincangan yang ada dikalangan masyarakat indonesia pada akhir abad ke-19 yang mengalami kemunduran total sebagai akibat eksploitasi politik pemerintah kolonial belanda. Langkah pertama diwujudkan dalam bentuk berorganisasi.[6]
Pada bagian berikut akan dikhususkan pembahasan tentang organisasi-organisasiyang berdasarkan sosial keagamaan yang banyak melakukan aktivitas kependidikan islam.
1.      Al-Jami’at Al-Khoriyah.
Organisasi yang lebih dikenal dengan nama Jami’atul Khoir ini didirikan di Jakarta pada tanggal 17 juli 1905. Angggota organisasi ini mayoritas orang-orang arab, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk setiap muslim menjadi angota tanpa diskriminasi asal usul.
       Dua bidang yang sangat diperhatikan oleh organisasi ialah (1) pendirian dan pembinaan satu sekolah pada tingkat dasar, dan (2) pengiriman anak-anak muda ke Turki untuk melanjutkan studi. Bidang yang kedua ini sering terhambat karena kekurangan biaya dan kemunduran killafat, dengan pengertian tidak seorangpun dari mereka yang dikirim ke Timur Tengah memainkan peranan yang penting setelah kembali ke Indonesia.[7]
       Satu hal yang penting dicatat adalah bahwa Jami’at Khoir yang pertama memulai organisasi dengan bentuk modern dalam masyarakat islam (dengan daftar anggota yang tercatat, dan juga rapat-rapat secara berkala), dan yang mendirikan suatu lembaga pendidikan dengan sistem yang boleh dikatakan telah modern (kurikulum, kelas-kelas, pemakaian bangku-bangku, papan tulis, buku-buku pelajaran yang bergambar).[8]
2.      Al-Islah Wal Irsyad.
Pada tahun 1914 berdirilah perkumpulan Al-Islah Wal Irsyad, kemudian terkenal dengan sebutan Al-Irsyad, yang terdiri dari golongan –golongan Arab. Tahun 1945 berdirilah sekolah Al Irsyad yang pertama di Jakarta, yang kemudian disusul oleh beberapa sekolah dan pengajian lain yang sehaluan dengan itu.
Al Irsyad sendiri menjuruskan perhatiannya pada bidang pendidikan, terutama pada masyarakat Arab, ataupun pada permasalahan yang timbul dikalangan masyarakat Arab, walaupun orang Indonesia islam bukan Arab, ada yang menjadi anggotanya. Lambat laun dengan bbekerja sama dengan organisasi islam yang lain, seperti Muhammadiyah dan persatuan islam, organisasi Al Irsyad meluaskan pusat perhatian mereka kepada persoalan-persoalan yang lebih luas, ysng mencakup persoalan umumnya di Indonesia.[9]

3.      Persyerikatan Ulama.
Perserikatan Ulama merupakan perwujudan dari gerakan pembaharuan didaerah Majalengka, Jawa Barat, yang dimulai pada tahun 1911 atas inisiatif KH. Abdul Halim, lahir pada tahun 1887 di Ciberelang Majalengka.
Pada tahun 1924 Persyerikatan Ulama secara resmi meluaskan daerah operasinya keseluruh Jawa dan Madura, dan pada tahun 1937 keseluruh Indonesia. Dalam kenyataannya Persyerikatan Ulama tetap merupakan sebuah organisasi daerah Majalengka.[10]
4.      Muhammadiyah
Salah satu organisasi sosial islam yang terpenting di Indonesia sebelum Perang Dunia II dan mungkin juga sampai sekarang ini adalah Muhammadiyah. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan atas saran yang diajukan oleh murid-muridnya dan beberapa orang anggota Budi Utomo untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat permanen.
Organisasi ini mempunyai maksud “menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam kepada penduduk bumi putera” dan memajukan hal agama islam kepada anggota-anggotanya. Untuk mencapai ini organisasi itu bermaksud mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat, tabligh dimana dibicarakan masalah islam, menertibkan wakaf dan mendirikan masjid-masjid serta menertbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat-surat kabar, dan majalah-majalah.[11]
5.      Nahdhotul Ulama’
Nahdhotul Ulama’ didirikan pada tanggal 16 rajab 1344 H/ 31 Januari 1926 di Surabaya. Pembangunnya ialah alim ulama dari tiap-tiap daerah di Jawa Timur.
Diantaranya ialah:
1.      K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng.
2.      K.H Abdul Wahab Hasbullah.
3.      K.H Bisri Jombang.
4.      K.H Ridwan Semarang.
5.      K.H Nawawi Pasuruan.
6.      K.H R. Asnawi Kudus.
7.      K.H R. Hambali Kudus.
8.      K. Nakhrawi Malam.
9.      K.H Doromuntaha Bangkalan.
10.  K.H M. Alwi Abdul Aziz.
11.  Dan lain-lain.[12]
Setelah indonesia memproklamirkan kemerdekaannya 17 Agustus 1945, maka NU tampil ke muka dengan esolusi jihadnya, tanggal 22 Oktober 1945. Isinya mengajak umat islam untuk mempertahankan tanah air Indonesia yang telah merdeka. Dalam resolusi itu ditetapkan, bahwa hukum jihad untuk mempertahankan tanah air Indonesia, adalah fardhu ‘ain yakni tiap-tiap muslim wajib berjihad dimana saja mereka berada. Resolusi itu disambut oleh umat islam dengan patuh.[13]

Di bidang pendidikan dan pengajaran formal, Nahdhotul Ulama membentuk stu bagian khusus yang mengola kegiatn bidang ini dengan nama Al-Ma’arif yang bertugas untuk membuat perundangan dan program pendidikan dilembaga-lembaga pendidikan/sekolah-sekolah yang berada dibawah naungan NU. Dalam salah satu keputusan  dari suatu konferensi besar Al-Ma’arif NU seluruh Indonesia yang berlangsung pada tanggal 23-26 Februari 1954, ditetapkan susunan sekolah/madrasah NU sebagai berikut:
1.      Raudatul Atfal lamanya 3 tahun.
2.      SR (Sekolah rendah)/SD- sekarang lamanya 6 tahun.
3.      SMP NU lamanya 3 tahun.
4.      SMA NU lamanya 3 tahun.
5.      SGB NU lamanya 4 tahun.
6.      SGA NU lamanya 3 tahun.
7.      MMP NU (Madrasah Menengah Pertama) lamanya 3 tahun.
8.      MMA NU (Madrasah Menengah Atas) lamanya 3 tahun.
9.      Mu’allimin/Mu’allimat NU lamanya 5 tahun.[14]

B.     Lembaga-lembaga pendidikan islam.
Sejak zaman sebelum kemerdekaan Indonesia saampai sekarang banyak terdapat lembaga pendidikan islam yang memegang peranan sangat penting dalam rangka penyebaran ajaran agama islam dinIndonesia. Dilihat dari bentuk dan sifat pendidikannya, lembaga-lembaga pendidikan islam tersebut ada yang bersifat nonformal seperti langgar/surau/rangkang, pondok pesantren, dan ada yang bersifat formal seperti madrasah.
1.      Lembaga pendidikan islam pra kemerdekaan.
·         Pesantren
·         Madrasah
2.      Lembaga pendidikan Islam pasca kemerdekaan.
·         Madrasah Ibtidaiyah Negri (Tingkat Dasar)
·         Madrasah Sanawiyah Negri (Tingkat Menengah Pertama)
·         Madrasah Aliyah Negri (Tingkat Menengah  Atas)
·         Perguruan Tinggi Agama Islam Negri (PTAIN) yang kemudian berubah menjadi IAIN (Institut Agama Islam Negri)

C.     Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Indonesia
1.      KH. Ahmad Dahlan (1869-1923)
KH. Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dari KH. Abu Bakar bin Kyai Sulaiman, khatib dimasjid besar kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim, seorang penghulu. KH. Ahmad Dahlan berjasa besar terhadap pendidikan agama islam di Indonesia, salah satunya dengan membangun organisasi Muhammadiyah, yang sampai sekarang memegang peranan penting di dlm pendidikan islam di Indonesia. Beliau wafat pada tahun 1923 M tanggal 23 Februari, dalam usia 55 tahun.[15] 
2.      KH. Hasyim Asy’ari (1881-1947)
KH. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di Jombang Jawa Timur, mula-mula ia belajar agama islam pada ayahnya sendiri Kyai Asy’ari. Kemudian ia belajar ke pondok pesantren di Purbolingo, kemudian indah lagi ke Plangitan, Semarang, Madura, dan lain-lain. Beliau sangat berjasa terhadap pendidikan islam di Indonesia, salah satunya ialah dengan mendirikannya organisasi Nahdhatul Ulama yang saat ini memegang peranan penting bagi pendidikan islam di Indonesia.  KH. Hasyim Asy’ari wafat pada tahun 1947, dalam usia 66 tahun.[16]
3.      Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh yang berjasa atas pendidikan islam di Indonesia.


3.      Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Orde baru adalah masa pemerintahan di Indonesia sejak 11 Maret 1966 hingga terjadinya peralihan kepresidenan, dari presiden Soeharto ke presiden Habibi pada 21 Mei 1998.[17] Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi perubahan strategi politik dan kebijakan pendidikan nasional. Pada dasarnya Orde Baru adalah suatu korelasi total terhadap Orde Lama yang didominasi oleh PKI dan dianggap telah menyelewengkan pancasila.
Orde Baru memberikan corak baru bagi kebijakan pendidikan agama islam, karena beralihnya pengaruh komunisme ke arah pemurnian pancasila melalui rencana pembangunan Nasional berkelanjutan. Terjadilah pergeseran kebijakan, dari murid berhak tidak ikut serta dalam pelajaran agama apabila mereka menyatakan keberatannya, menjadi semua murid wajib mengikuti pendidkan agama mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Masa Orde Baru disebut juga sebagai Orde Konstitusional dan Orde Pembangunan. Yakni bertujuan membangun manusia seutuhnya dan menyeimbangkan antara rohani dan jasmani untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Pada tahun 1973-1978 dan 1983 dalam siding MPR yang kemudian menyusun GBHN.
Jadi kesimpulannya adalah bahwa ditinjau dari falsafah Negara Pancasila, dari konstitusi UUD 1945, dan keputusan MPR tentang GBHN maka kehidupan beragama dan pendidikan agama islam di Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945 sampai Pelita VI tahun 1983 semakin mantap



a.      Keberhasilan-keberhasilan Pendidikan pada Masa Orde Baru
Masa Orde Baru ini mencatat banyak keberhasilan, diantaranya adalah:
1. Pemerintah memberlakukan pendidikan agama dari tingkat SD hingga universitas (TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966), madrasah mendapat perlakuan dan status yang sejajar dengan sekolah umum, pesantren mendapat perhatian melalui subsidi dan pembinaan, berdirinya MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1975, pelarangan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) mulai tahun 1993 setelah berjalan sejak awal tahun 1980-an.
2.  Pemerintah juga pada akhirnya member izin pada pelajar muslimah untuk memakai rok panjang dan busana jilbab di sekolah-sekolah Negeri sebagai ganti seragam sekolah yang biasanya rok pendek dan kepala terbuka.
3.  Terbentuknya UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama, Komplikasi Hukum Islam (KHI), dukungan pemerintah terhadap pendirian Bank Islam, Bank Muamalat Islam, yang telah lama diusulkan, lalu diteruskan dengan pendirian BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Sodaqoh) yang idenya muncul sejak 1968, berdirinya Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, pemberlakuan label halal atau haram oleh MUI bagi produk makanan dan minuman pada kemasannya, terutama bagi jenis olahan.
Selanjutnya pemerintah juga memfasilitasi penyebaran da’i ke daerah terpencil dan lahan transmigrasi, mengadakan MTQ (Musabaqoh Tilawatil Qur’an), peringatan hari besar islam di Masjid Istiqlal, mencetak dan mengedarkan mushaf Al-qur’an dan buku-buku agama islam yang kemudian diberikan ke masjid atau perpustakaan Islam, terpusatnya jama’ah haji di asrama haji, berdirinya MAN PK (Program Khusus) mulai tahun 1986, dan pendidikan pascasarjana untuk Dosen IAIN baik ke dalam maupun luar negeri, merupakan kebijakan lainnya. Khusus mengenai kebijakan ini, Departemen Agama telah membuka program pascasarjana IAIN sejak 1983 dan join cooperation dengan Negara-negara Barat untuk studi lanjut jenjang Magister maupun Doktor.
Selain itu, penayangan pelajaran Bahasa Arab di TVRI dilakukan sejak 1990, dan sebagainya. Akibat semua kebijakan tersebut, pembangunan bidang agama islam yang dilaksanakan Orde Baru mempercepat peningkatan jumlah umat islam terdidik dan kelas menengah muslim perkotaan.[18]

b.       Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Mengenai Pendidikan Islam
Kebijakan pemerintah orde baru mengenai pendidikan islam dalam konteks madrasah di indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980- an sampai dengan 1990-an. Pada pemerintah, lembaga pendidikan di kembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan peningkatan dan peningkatan mutu pendidikan.[19]
Pada awal – awal masa pemerintahan orde baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada tahap ini madrasah belum di pandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah pengawasan menteri agama.
Menghadapi kenyataan tersebut di atas, langkah pertama dalam melakukan pembaruan ini adalah di keluarkannya kebijakan tahun 1967 sebagai respons terhadap TAP MPRS No. XXVII tahun 1966 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi Madrasah.
Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya, namun di awal –awal tahun 1970 –an, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang di tempuh pemerintah dengan langkah yang di tempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa keputusan presiden nomor 34 tanggal 18 April tahun 1972 tentang tanggung jawab fungsional pendidikan dan latihan. Isi keputusan ini mencakup tiga hal :
1.  Menteri pendidikan dan kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kebijakan
2.  Menteri tenaga kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri
3.  Ketua lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negri.

4.      Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi

Program peningkatan mutu pendidikan yang ditargetkan oleh pemerintah Orde Baru akan mulai berlangsung pada Pelita VII terpaksa gagal, krisis ekonomi yang berlangsung sejak Juli 1997 telah mengubah konstelasi politik maupun ekonomi nasional. Secara politik, Orde Baru berakhir dan digantikan oleh rezim yang menamakan diri sebagai “Reformasi Pembangunan” meskipun demikian sebagian besar roh Orde Reformasi masih tetap berasal dari rezim Orde Baru, tapi ada sedikit perubahan, berupa adanya kebebasan pers dan multi partai.
Dalam bidang pendidikan kabinet reformasi hanya melanjutkan program wajib belajar 9 tahun yang sudah dimulai sejak tahun 1994 serta melakukan perbaikan sistem pendidikan agar lebih demokratis.[20] Tugas jangka pendek Kabinet Reformasi yang paling pokok adalah bagaimana menjaga agar tingkat partisipasi pendidikan masyarakat tetap tinggi dan tidak banyak yang mengalami putus sekolah.
Dalam bidang ekonomi, terjadi krisis yang berkepanjangan, beban pemerintah menjadi sangat berat. Sehingga terpaksa harus memangkas program termasuk didalamnya program penyetaraan guru-guru dan mentolerir terjadinya kemunduran penyelesaian program wajib belajar 9 tahun. Sekolah sendiri mengalami masalah berat sehubungan dengan naiknya biaya operasional di suatu pihak dan makin menurunnya jumlah masukan dari siswa. Pembangunan di bidang pendidikan pun mengalami kemunduran.
Beberapa hal yang menyebabkan pembangunan pemerintah dalam sektor pendidikan belun terpenuhi secara maksimal.
1. Distribusi pembangunan sektor pendidikan kurang menyentuh lapisan sosial kelas bawah.
2. Kecenderungan yang kuat pada wilayah pembangunan yang bersifat fisik material, sedangkan masalah-masalah kognitif spiritual belum mendapatkan pos yang strategis.
3.  Munculnya sektor industri yang membengkak, cukup menjadikan agenda yang serius bagi pendidikan Islam di Indonesia pada masa pembangunan ini.
4. Perubahan-perubahan sosial yang berjalan tidak berurutan secara tertib, bahkan   terkadang eksklusif dalam dialektik pembangunan sebagaimana tersebut.
      
      Semua hal diatas adalah faktor penyebab dari tidak terpenuhinya beberapa maksud pemerintah dalam menjalankan pembangunan dalam sektor pendidikan agama khususnya bagi Islam. Semua itu sangat memprihatinkan, apalagi jika dibiarkan begitu saja tanpa adanya upaya introspeksi diri atas kegagalan diatas.
            Yang harus disadari adalah lembaga pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan Islam memiliki potensi yang sangat besar bagi jalannya pembangunan di negeri ini terlepas dari berbagai anggapan tentang pendidikan yang ada sekarang, harus diingat bahwa pendidikan Islam di Indonesia telah banyak melahirkan putera puteri bangsa yang berkualitas.
         HM. Yusuf Hasyim mengungkapkan betapa besarnya pendidikan Islam di Indonesia hanya dengan menunjukkan salah satu sampelnya yaitu pesantren. sebagai lembaga pendidikan Islam pesantren dan madrasah-madrasah bertanggungjawab terhadap proses pencerdasan bangsa secara keseluruhan. Sedangkan secara khusus pendidikan Islam bertanggungjawab terhadap kelangsungan tradisi keislaman dalam arti yang seluas-luasnya.
            Dari titik pandang ini pendidikan Islam, baik secara kelembagaan maupun inspiratif, memilih model yang dirasakan mendukung secara penuh tujuan dan hakikat pendidikan manusia itu sendiri, yaitu membentuk manusia mukmin yang sejati, mempunyai kualitas moral dan intelektual.[21]
            Selama ini banyak dijumpai pesantren-pesantren yang tersebar dipelosok tanah air, terlalu kuat mempertahankan model tradisi yang dirasakan klasik, sebagai awal dari system pendidikan itu sendiri.[22] Tapi, pada saat ini sudah banyak pesantren dan madrasah yang modern dengan mengacu kepada tujuan muslim dan memperhatikan tujuan makro dan mikro pendidikan nasional Indonesia, maka pendidikan pesantren akan memadukan produk santri untuk memiliki outputnya (lulusan) agar Memiliki tiga tipe lulusan yang terdiri dari :
1.      Religius skillfull people yaitu insan muslim yang akan menjadi tenaga-tenaga terampil, ikhlas, cerdas, mandiri, iman yang tangguh sehingga religius dalam tingkah dan prilaku, yang akan mengisi kehidupan tenaga kerja didalam berbagai sektor pembangunan.
2.      Religius Community leader, yaitu insane Indonesia yang ikhlas, cerdas dan mandiri akan menjadi penggerak yang dinamis dalam transformasi sosial dan budaya dan mampu melakukan pengendalian sosial (sosial control).
3.      Religius intelektual, yaitu mempunyai integritas kukuh serta cakap melakukan analisa ilmiah dan concern terhadap masalah-masalah ilmiah.[23]




BAB III
PENUTUP


A.    KESIMPULAN

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan, penendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Beberapa tokoh pendidikan agama islam yang monumental :
1.      KH. Ahmad Dahlan
2.      KH. Hasyim Asy’ari
3.       
Pengembangan Pendidikan islam di Indonesia di mulai dari usaha para alim ulama mendirikan organisasi-organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan islam, seperti:
1.      Al-Jami’at Al-Khoiriyah
2.      Al-Islah Wal Irsyad
3.      Muhammadiyah
4.      Nahdhotul Ulama
5.      Persatuan Islam
Pendidikan islam pada masa orde baru mengalami kemajuan dan juga perkembangan yang baik, salah satunya dengan dikeluarkannya kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendorong perkembangan pendidikan islam pada masa itu.
Pada masa reformasi, pemerintah melanjutkan kebijakan di dalam pendidikan islam pada masa orde baru. Akan tetapi pendidikan pada masa reformasi belum berkembang secara maksimal, karena pada masa reformasi pemerintah lebih banyak mencurahkan perhatiannya terhadap pembangunan-pembangunan di Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, Jakarta: Dharma Bhakti, 1978.
Arifin, ilmu pendidikan islam tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan   pendekatan interdisipliner ,edisi revisi, Jakarta : Bumi Aksara, 2008.
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos, 1999.
Deliar Noer, Gerakan modern islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1982.
H. Amin haedari, Transformasi Pesantren, , Jakarta: LeKDis, 2006,
H. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2007.
http://tanjungpinangarticle.blogspot.com/2010/06/pendidikan-pada-masa-orde-lama-dan-orde.html
Mahmud Yunus, Sejarah pendidikan islam di Indonesia, Jakarta: Mutiara, 1979.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama islam di Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.
Sudirman, Pembaharuan Hukum Islam : Mempertimbangkan Harun Nasution, dalam Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam, Jakarta: LSAF, 1989.
Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1.
Zuhairini, dkk, Sejarah pendidikan islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.




1.        Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1.
2.        Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama islam di Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004, hlm 29-30.
3.        Arifin, ilmu pendidikan islam tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan pendekatan interdisipliner ,edisi revisi, Jakarta : Bumi Aksara, 2008,  hlm  7.

4.        Ibid,.
5.        Ibid,. hlm 8.

6.        Zuhairini, dkk, Sejarah pendidikan islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, hlm. 157.
7.        Deliar Noer, Gerakan modern islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1982, hlm. 69
8.       Zuhairini, dkk, Op.cit,  hlm. 161.
9.       Ibid,. hlm 163.
10.     Ibid,. hlm 168-169.
11.    Ibid,. hlm 173.
12.     Mahmud Yunus, Sejarah pendidikan islam di Indonesia, Jakarta: Mutiara, 1979, hlm 269.
13.    Zuhairini, dkk, Op.cit, hlm 182-183.
14.     Mahmud Yunus, Op.cit, hlm 224.
15.    Zuhairini, dkk, Op.cit, hlm  199-203.
16.     Ibid,. hlm 202-206.
17.    H. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2007, hlm 361.
18.     http://tanjungpinangarticle.blogspot.com/2010/06/pendidikan-pada-masa-orde-lama-dan-orde.html
19.     Sudirman, Pembaharuan Hukum Islam : Mempertimbangkan Harun Nasution, dalam Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam, Jakarta: LSAF, 1989, hlm 153.

20.     Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos, 1999, hlm 103.
21.     Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, Dharma Bhakti, Jakarta, 1978, hlm 54.
22.     H. Amin haedari, Transformasi Pesantren, , Jakarta: LeKDis, 2006, hlm 45.
23.     Ibid,.